Mengutip dari laman TechTarget, digitalisasi, karakteristik generasi muda, hingga pandemi COVID-19 adalah beberapa faktor yang mendorong meningkatnya jumlah pekerja gig economy di era ini. Hmm, sebelum itu, apa, sih, maksud dari gig economy? Yuk, baca kelanjutan artikel ini agar kamu tahu serba-serbi gig economy! Cek juga apakah kamu termasuk salah satu pekerja dalam lanskap ini atau bukan agar kamu bisa tahu bagaimana cara mengelola keuangan sebagai gig worker!
Situs TechTarget mengartikan gig economy sebagai sistem pasar bebas di mana memiliki posisi sementara bagi seorang pekerja adalah hal yang lumrah, dan organisasi atau perusahaan yang mempekerjakan pekerja lepas dalam jangka waktu pendek juga merupakan hal yang biasa.
Kata ‘gig’ dalam frasa ‘gig economy’ sendiri memang diambil dari kata ‘gig’ yang biasa digunakan para musisi, yang bermakna sebuah pertunjukan atau pentas dalam jangka waktu yang sebentar. Itulah kenapa, gig economy juga biasa dikenal dengan sebutan ‘ekonomi pertunjukan’ atau ‘ekonomi berbagi’.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pertumbuhan gig economy—tentu termasuk para pekerjanya—dipicu oleh digitalisasi, karakteristik generasi muda, serta pandemi COVID-19. Lebih lengkapnya, generasi muda—terutama Generasi Milenial dan Generasi Z—banyak yang menginginkan opsi pekerjaan yang fleksibel dari segi waktu, lokasi, serta regulasi. Alhasil, mereka beramai-ramai beralih menjadi pekerja gig dan membuat gig economy semakin besar.
Baca Juga: Digital Nomad - Tren Bekerja sambil Liburan, Cocok untuk Jiwa Petualangan
Berdasarkan penjelasan di atas, pekerja gig economy atau gig worker adalah orang-orang yang bekerja secara lepas atau sementara, dalam kontrak, dan bukan dalam posisi permanen di sebuah perusahaan. Tentu, mereka yang bisa disebut sebagai pekerja gig economy sangat luas cakupannya.
Beberapa jenis pekerjaan yang masuk dalam lanskap ekonomi pertunjukan ini termasuk konsultan independen, asisten administrasi, pekerja seni dan desain, pekerja kreatif, tukang dan pekerjaan dalam bidang konstruksi lainnya, instruktur dan tutor pengganti, penulis lepas, teknisi keamanan dan analisis jaringan independen, penulis teknis, fotografer, pengemudi transportasi daring, kurir, dan masih banyak lainnya.
Menurut temuan salah satu startup keuangan binaan Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini 60 persen pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal atau gig. Persentase tersebut setara dengan 83 juta pekerja.
Sudah memahami apa dan siapa yang masuk ke dalam gig economy, saatnya cari tahu bagaimana cara mengelola keuangan buat gig worker, ya!
Sebuah perusahaan jasa keuangan asal Amerika Serikat mengungkap, tips pertama mengelola keuangan buat gig worker adalah menyiapkan dana darurat. Hal ini bertujuan untuk melindungi pekerja gig economy dari masalah finansial ketika terjadi kecelakaan, sakit, atau tidak memiliki pekerjaan (pemasukan).
Idealnya, dana darurat disimpan di rekening yang mudah diakses dan berjumlah minimal tiga hingga enam bulan biaya hidup. Namun, akan lebih baik lagi jika dana darurat tersebut bisa berjumlah lebih dari kebutuhan biaya hidup selama 6 bulan.
Sebetulnya, pekerja gig economy tidak punya masa pensiun, mengingat statusnya yang independen dan dapat terus bekerja selama ada perusahaan atau pihak yang membutuhkan jasa atau skill-nya. Meski begitu, bukan berarti gig worker bisa mengabaikan rekening pensiun, ya! Justru pekerja lepas dalam sektor gig economy wajib punya rekening pensiun mandiri lantaran mereka tidak akan mendapatkan bantuan uang pensiun dari perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Untuk itu, gig worker perlu secepatnya membuat rekening pensiun. Di Indonesia sendiri, ada banyak lembaga keuangan yang memiliki produk keuangan rekening pensiun atau memberi manfaat untuk usia pensiun. Salah satu produk tersebut adalah asuransi jiwa FWD Whole Life Protection dari FWD Indonesia. Produk ini akan memberi peserta (Tertanggung) Manfaat Hidup sebesar 50% Uang Pertanggungan pada usia ke-75. Selain itu, Tertanggung juga dapat menerima manfaat jika terjadi risiko terminal illness atau meninggal dunia.
Baca Juga: Siapkan Dana Pensiun dengan Cara Ini!
Di samping menyiapkan tabungan, pekerja gig worker juga wajib punya anggaran keuangan. Alasannya, gig worker tidak punya penghasilan tetap serta harus membiayai peralatan dan perlengkapan terkait pekerjaannya sendiri; mulai dari laptop, meja dan kursi kerja, paket internet, dan lain sebagainya. Hal ini tentu di luar kebutuhan sehari-hari yang memang diperlukan setiap individu.
Dengan begitu, pekerja gig economy tetap bisa memenuhi kebutuhan bulanannya meski pekerjaan sedang sedikit. Manfaat lain dari memiliki anggaran keuangan adalah membantu gig worker untuk bisa punya strategi investasi yang jelas demi mencapai tujuan keuangannya. Memiliki anggaran keuangan tetap juga akan membantu gig worker menjaga arus keuangan agar tidak minus.
Ada waktu di mana gig worker mendapat penghasilan yang sangat tinggi, ada juga waktu di mana mereka ‘sepi job’. Oleh karena itu, sebaiknya setiap pekerja ekonomi pertunjukan bisa melunasi utang-utangnya terlebih dahulu di kala penghasilannya sedang tinggi. Langkah ini tentu akan menghindarkan gig worker dari masalah finansial yang mungkin datang nanti.
Atau misalkan belum pernah berutang pun, pekerja ekonomi berbagi ini sebaiknya tidak mulai berutang jika menginginkan sesuatu. Alih-alih berutang, pekerja perlu menabung terlebih dahulu untuk mendapatkan benda yang diinginkannya itu.
Nah, itulah dia ulasan lengkap mengenai gig economy yang kini ditekuni oleh lebih dari setengah pekerja di Indonesia. Apakah kamu juga termasuk sebagai pekerja dalam sektor ini, Passionate People? Kalau iya, jangan lupa untuk menerapkan beberapa tips mengelola keuangan di atas, ya!
Sumber: